Ekspor Batu Bara Dilarang, Pengusaha: Potensi Devisa USD 3 M per Bulan Hilang

Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir menilai larangan ekspor batu bara memiliki pelbagai dampak bagi perekonomian nasional. Salah satunya, larangan itu akan berimbas terhadap hilangnya devisa dengan nilai yang besar.

“Pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batu bara sebesar kurang lebih US$ 3 miliar per bulan,” ujar Pandu dalam keterangannya, Sabtu petang, 1 Januari 2022.

Selama ini, kata Pandu, batu bara merupakan salah satu komoditas yang menyumbang devisa paling tinggi. Pada September 2021, misalnya, ekspor batu bara melesat.

Komoditas ini menyumbang 70,3 persen dari total ekspor non-migas yang memberikan kontribusi 95,4 persen terhadap ekspor keseluruhan. Total nilai ekspor pada September adalah US$ 20,6 miliar.

Selain berpengaruh terhadap hilangnya devisa, Pandu melanjutkan, volume produksi batu bara nasional akan terganggu sebesar 38-40 juta metrik ton per bulan. Akibatnya, pemerintah juga akan kehilangan pendapatan pajak dan non-pajak (royalti) yang berdampak terhadap turunnya penerimaan pemerintah daerah.

“Kemudian arus kas produsen batu bara akan terganggu karena tidak dapat menjual batu bara ekspor,” ujar Pandu.

Dampak ini secara meluas akan dirasakan pula oleh pengusaha pelayaran. Sebab, kapal-kapal tujuan ekspor, yang hampir semuanya adalah kapal-kapal yang dioperasikan atau dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor, tidak dapat berlayar.

12 Selanjutnya

Walhasil, perusahaan harus membayar biaya tambahan untuk penambahan waktu pemakaian kapal, yaitu US$ 20-40 ribu per kapal. Ini akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor.

Selanjutnya, kapal-kapal yang sedang berlayar ke perairan Indonesia akan mengalami kondisi ketidakpastian yang bakal berimbas ke reputasi dan keandalan Indonesia yang selama ini menjadi pemasok batu bara global.

“Deklarasi force majeur secara masif dari produsen batu bara karena tidak dapat mengirimkan batu bara ekspor kepada pembeli yang sudah berkontrak akan menimbulkan banyak sengketa antara penjual dan pembeli,” ujar Pandu.

Dampak selanjutnya dari pemberlakuan larangan ekspor akibat ketidakpatuhan segelintir perusahaan akan merugikan bagi perusahaan yang patuh. Ini pada masa mendatang bakal menciptakan ketidakpastian usaha sehingga berpotensi menurunkan minat investasi di sektor pertambangan mineral dan batu bara.

Larangan ekspor batu bara tertuang dalam Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Nomor B1605/MB.05/DJB.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum. Terbit 31 Desember 2021, poin-poin dalam surat itu melarang penjualan batubara ke luar negeri sejak 1 sampai 31 Januari 2022 secara umum dan menyeluruh.

Kebijakan larangan ekspor komoditas terbit setelah adanya laporan dari PLN ihwal kondisi persediaan batu bara di PLTU dan Independent Power Producer (IPP). PLN melaporkan pasokan batu bara saat ini sangat rendah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *